Jumat, 08 Juli 2011

Komunikasi lintas Budaya

Penyesuaian budaya pemain dengan film Ayat-ayat cinta

Latar belakang
Latar belakang cerita di film itu adalah Mesir. Sebagian besar dialog menggunakan bahasa Arab. Karena diadopsi dari sebuah novel, tentu tokoh-tokoh yang ada sudah tergambar lewat narasi. di dalam film ini karakter pemainnya di mainkan oleh artis-artis indonesia sendiri dan di sutradarai oleh sutradara Hanung Bramantyo.
Dalam memproduksi film ini hanung mengalami beberapa permasalahan karena sebagian dialog yang di lakukan sebagian menggunakan bahasa Arab, oleh karena itu hanung selaku Sutradara Film menginstruksikan para pemainnya untuk belajar Bahasa Arab agar para pemain dapat menjalankan perannya dengan baik.
Berikut ini pembagian peran dalam film ayat-ayat cinta Tokoh Fahri adalah orang Indonesia asli. Cocok dengan wajah Fedi yang sangat Indonesia. Maria cocok diperankan Rianti karena di situ diceritakan dia adalah orang asli Mesir. Rianti berkulit putih dan agak terlihat seperti Arab.
Ini adalah kisah cinta. Tapi bukan cuma sekedar kisah cinta yang biasa. Ini tentang bagaimana menghadapi turun-naiknya persoalan hidup dengan cara Islam. Fahri bin Abdillah adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al-Azhar. Berjibaku dengan panas-debu Mesir. Berkutat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Semua target dijalani Fahri dengan penuh antusias kecuali satu: menikah.
Fahri adalah laki-laki taat yang begitu ‘lurus’. Dia tidak mengenal pacaran sebelum menikah. Dia kurang artikulatif saat berhadapan dengan makhluk bernama perempuan. Hanya ada sedikit perempuan yang dekat dengannya selama ini. Neneknya, Ibunya dan saudara perempuannya.
Pindah ke Mesir membuat hal itu berubah. Tersebutlah Maria Girgis. Tetangga satu flat yang beragama tapi mengagumi Al-Qur'an. Dan mengagumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi cinta. Sayang, cinta Maria hanya tercurah dalam diari saja.
Lalu ada Nurul. Anak seorang kyai terkenal yang juga mengeruk ilmu di Al-Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini. Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan selalu menebak-nebak.
Setelah itu ada Noura. Juga tetangga yang selalu disiksa Ayahnya sendiri. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya. Sayang hanya empati saja. Tidak lebih. Namun Noura yang mengharap lebih. Dan nantinya ini menjadi masalah besar ketika Noura menuduh Fahri memperkosanya.
Terakhir muncullah Aisha. Si mata indah yang menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya.

Pembagian karakter dalam film
Fahri bin Abdullah Shiddiq
Mahasiswa yang sedang menyelesaikan studi S2-nya di Universitas tertua di dunia, Al-Azhar. Seorang pemuda bersahaja yang memegang teguh prinsip hidup dan kehormatannya. Cerdas dan simpatik hingga membuat beberapa gadis jatuh hati. Dihadapkan pada kejutan-kejutan menarik atas pilihan hatinya. Peran Fahri dalam film ini dimainkan oleh Fedi Nuril.
Aisyah Greimas
Mahasiswi asing bercadar keturunan Jerman dan Turki, cerdas, cantik dan kaya raya. Latar belakang keluarganya yang berliku mempertemukan dirinya dengan Fahri. Dalam film ini, Aisha diperankan oleh Rianti Cartwright.
Maria Girgis
Gadis Kristen Koptik yang jatuh cinta pada Islam. Ia sangat mencintai Fahri, namun cintanya hanya diungkapkannya lewat diarinya yang selanjutnya membuat dia menderita karena cinta itu. Tokoh Maria diperankan oleh Carissa Puteri.
Noura Bahadur
Siksa telah menjadi bagian dalam hidupnya. Janin yang dikandungnya menjadikannya terobsesi pada Fahri untuk menjadi ayah dari calon bayinya. Zaskia Adya Mecca memerankan tokoh Noura dalam film ini
Nurul binti Ja'far Abdur Razaq
Anak kyai besar di Jawa Timur. Dengan aura yang menenangkan, kecerdasan dan kualitasnya menyatukan segala kelebihannya, dia sangat percaya diri untuk meminang Fahri sebagai suaminya. Peran ini dimainkan oleh Melanie Putria.

A.Memahami Perbedaan-perbedaan Budaya

Cara kita berpikir dapat terkondisikan secara cultural. Budaya-budaya Timur melukiskan sesuatu dengan menggunakan visualisasi-visualisasi, sedangkan budaya-budaya Barat cenderung menggunakan konsep-konsep. Karena suatu konsep adalah suatu gagasan umum tentang ciri-ciri yang diketahui mengenai subyek, ia memberikan suatu kerangka untuk memikirkan atau menganalisa suatu topic atau pengalaman tertentu.
Pandangan-pandangan mengenai konsep ini terutama berasal dari ilmu-ilmu perilaku manusia (behavioral sciences) Sosiologi, Psikologi dan Antropologi. Ilmu-ilmu social tersebut mempelajari dan menjelaskan kepada kita tentang bagaimana orang-orang berperilaku, mengapa mereka berperilaku demikian, dan apa hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan.
Pada dasarnya manusia menciptakan budaya atau lingkungan social mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan-kebiasaan, praktek-praktek dan tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang diwariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu.
Individu-individu sangat cenderung menerima dan mempercayai apa yang dikatakan budaya mereka. Kita dipengaruhi oleh adat dan pengetahuan masayarakat dimana kita dibesarkan dan tinggal, terlepas dari bagaimana validitas obyektif masukan dan penanaman budaya ini pada diri kita. Kita cenderung mengabaikan atau menolak apa yang bertentangan dengan “kebenaran” cultural atau bertentangan dengan kepercayaan-kepercayaan kita. Ini sering kali merupakan landasan bagi prasangka yang tumbuh diantara anggota-anggota kelompok lain, bagi penolakan untuk berubah ketika gagasan-gagasan yang sudah mapan menghadapi tantangan. Masalah akan muncul bila suatu budaya dan cara berpikirnya tertinggal di belakang penemuan-penemuan dan realitas-realitas baru. Kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi misalnya, telah jauh mendahului ajaran-ajaran cultural masyarakat. Ini merupakan salah satu efek sampingan akselarasi perubahan yang menimbulkan jurang budaya (cultural gap).
Manager-manager modern bekerja dalam lingkungan-lingkungan multi budaya dan perlu memahami apa yang terjadi dalam lingkungan-lingkungan tersebut serta mengembangkan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah perbedaan budaya yang timbul. Dengan demikian, perilaku mereka akan lebih sesuai, peka dan ajeg, bila mereka berinteraksi dengan kelompok manapun. Untuk mencapai tujuan itu, maka adalah penting untuk mengetahui makna budaya dan cara-cara menganalisis perwujudannya yang berbeda-beda.

B.Parameter-parameter Budaya
Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu. Ia bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang lainny – ia dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian merupakan suatu factor pemersatu.
Manusia-manusia menciptakan budaya tidak hanya sebagai suatu mekanisme adaptif terhadap lingkungan biologis dan geofisik mereka, tetapi juga sebagai alat untuk member andil kepada evolusi social kita. Kita lahir turun-temurun, membawa zat-zat pembawa sifat dan sifat-sifat budaya generasi manusia sebelum kita. Zat-zat pembawa sifat dan cirri-ciri budaya tersebut saling mempengaruhi. Sebagaimana lingkungan geofisik di mana kita dibesarkan mempengaruhi kita, begitu pula lembaga-lembaga social kita (rumah, sekolah, tempat ibadah, pemerintah), memberikan konteks budaya yang berpengaruh atas perilaku kita. Paradoks budaya ini tampak jelas dalam siklus hidup, semua manusia mempunyai suatu alat untuk menandai tingkat-tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda, tapi budaya-budaya tertentu menafsirkan fase-fase ini secara berbeda.
Budaya membantu kita memahami wilayah planet atau ruang yang kita tempati. Suatu tempat hanya asing bagi orang-orang asing, tidak bagi orang-orang yang menempatinya. Budaya memudahkan kehidupan dengan memberikan solusi yang telah disiapkan untuk memecahkan masalah, dengan menetapkan pola-pola hubungan dan cara-cara memelihara kohesi dan consensus kelompok. Banyak cara atau pendekatan yang berlainan untuk menganalisis dan mengkategorisasikan suatu budaya tersebut lebih mudah dipahami.



C.Sistem Nilai-Nilai

Semua unsur kebudayaan adalah penting bagi kehidupan bersama manusia, akan tetapi suatu bagian dari kebudayaan yang terutama mengatur pergaulan hidup adalah suatu system nilai-nilai yang kemudian dikokritkan menjadi kaidah-kaidah nilai-nilai meruapakan konsepsi abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. System nilai-nilai tersebut muncul sebagai hasil dari pengalaman manusia di dalam mengadakan proses interaksi social. Nilai-nilai diwujudkan menjadi kaidaah-kaidah yang mengatur kepentingan hidup pribadi maupun kepentingan hubungan antar manusia.
Di dalam kenyataan kehidupan sehari-hari memang agak sulit untuk secara pasti dan tegas mengetahui nilai-nilai yang dianut seseorang atau sekelompok manusia, namun di bawah ini akan dijelaskan petunjuk-petunjuk yang memudahkan untuk mengetahuinya yakni mencakup :
1.Nilai terhadap hakikat hidup manusia
2.Nilai terhadap karya serta hakikatnya
3.Nilai terhadap orientasi waktu dan kedudukan manusia dalam waktu tersebut
4.Nilai manusia terhadap lingkungan alam sekelilingnya.
5.Nilai manusia terhadap lingkungan social atau dalam hubungan dengan sesamanya dalam masyarakat.

Manusia mempunyai nilai disebabkan pengalaman sehari-harinya dalam proses interaksi social, seseorang menganggap hidup ini pada hakikatnya adalah abik dan buruk itu disebabkan karena pengalaman baik dan buruk yang dialaminya. Seseorang dapat mempunya nilai, bahwa manusia berkarya untuk semata-mata atau mengembangkan karya tersebut. Akan tetapi, cukup banyak juga yang berpemdapat bahwa manusia berkarya untuk mendapatkan kedudukan atau prestise tertentu yang menguntungkan baginya terutama dari segi kebendaan. Kedudukan manusia dalam waktu (orientasi terhadap waktu) merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia yang mungkin mempengaruhi pandangan hidupnya. Seseorang yang mempunyai sikap hidup yang serba pasrah sangat mungkin juga akan pasrah pada lingkungannnya. Pada intinya, dia akan memanfaatkan apa yang tersedia dan apa yang ada, tanpa memikirkan akibatnya di masa mendatang. Dengan memberikan pendidikan, penyuluhan dan penerangan tentang fungsi alam, maka manusia akan dapat mempunyai nilai-nilai yang positif terhadap lingkungan alam tersebut dan sebagian besar masyarakat Indonesia mempunyai nilai bahwa manusia pada hakikatnya sangat bergantung pada sesamanya.
D.Budaya Konteks Tinggi dan Budaya Konteks Rendah

Edward T. Hall (1973) membedakan budaya konteks tinggi (high contexs culture) dengan budaya konteks rendah (low contexs culture) ditandai dengan bagaimana memaknai suatu pesan, obyek, atau lingkungan bergantung pada system nilai yang dianut. Karena itu nilai biasanya bersumber dari isu filosofis yang lebih besar yang merupakan bagian dari lingkungan budaya, karena itu nilai bersifat stabil dan sulit berubah.
Beberapa konsep yang berkaitan dengan kebudayaan :
1.Budaya Dominan
Adalah sebuah kebudayaan yang sangat menonjol dalam suatu masyarakat sehingga tampil kebudayaan itu seolah-olah berada di atas atau menguasai kebudayaan lain.

2.Common Culture
Adalah suatu system pertukaran symbol-simbol yang asama maknanya dipahami oleh dua pihak melalui sebuah proses persetujuan.

3.Sub-Kultur
Adalah suatu kelompok atau sub unit budaya yang berkembang ketika adanya kebutuhan kelompok untuk memecahkan amsalah berdasarkan pengalaman bersama.

4.Cultural Lag
Adalah menggambarkan proses social, budaya dan perubahan teknologi, perubahan social cenderung dinilai “ketinggalan” dari perubahan teknologi

5.Cultural Shock
Adalah kekacauan budaya yang dalam perspektif social merupakan hasil dan konfirmasi suatu masyarakat terhadap kebudayaan baru yang mendadak masuk dan menganggu kebudayaan mereka

6.Kebudayaan Tradisional
Adalah perilaku yang merupakan kebiasaan atau cara berpikir dari suatu kelompok social yang ditampilkan melalui tidak asaja adat istiadat tertentu tapi juga perilaku adat istiadat.
E.Penyesuaian budaya oleh para pemain Ayat-ayat Cinta
Dalam pembuatan Film ini terdapat beberapa kesulitan seperti yang telah di ungkapkan oleh sutradara hanung Bramantyo agara film yang di produksinya bisa berjalan dengan baik.
Terdapat beberapa hambatan yang harus di lewati yaitu :
a.Bahasa
Seperti yang sudah di ketahui oleh banyak pembaca novel ayat-ayat cinta, film ini di ambil dari Novel ayat-ayat cinta dan sebagian besar dialognya menggunakan bahasa Arab dan semua pemain yang di mainkan dalam film mayoritas tidak bisa menggunakan bahasa Arab.
Oleh karena itu di butuhkan waktu untuk kepada para pemain untuk kursus bahsa Arab agar dapat melakukan dialog dengn baik
b.Culture
Budaya / culture yang di gunakan dalam film Ayat-ayat cinta seluruhnya menggunaka budaya-budaya yang terdapat di Mesir, para pemain di tuntut untuk menyesuaikan seperti yang terdapat dalam novel ayat-ayat cinta.
Baik dari segi pakaian yang menggunakan cadar, rumah yang berdempet-dempet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar