Kamis, 10 September 2009

sikap dan reaksi komunikan

SIKAP DAN REAKSI KOMUNIKAN


  1. Al-A’raf(7):61


قَالَ يَاقَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلَالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ


Artinya: “Dia (Nuh) menjawab, ‘Wahai kaumku!” Aku tidak sesat, tetapi aku ini seorang Rasul dari Tuhan seluruh alam”.

Ayat diatas ingin menerangkan bahwa pada masanya Nabi Nuh as tidak disambut baik oleh masyarakatnya, bahkan pemuka-pemuka kaumnya berkata dengan penuh penghinaan, walaupun Nabi Nuh as telah menampakkan kelemahlembutan dan keprihatinannya atas kaumnya tersebut. Dan setelah Nabi Nuh as menjelaskan keadaan dan fungsinya sebagai utusan Allah, maka umat Nabi Nuh as menilai Nabi yang mulia itu sedang dalam kesesatan yang nyata, karena Nabi Nuh as telah mengajarkan banyak hal yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Antara lain, menilai penyembahan mereka keliru, mengajak menyembah satu Tuhan saja yaitu Allah SWT, mengancam siksa buat mereka dan sebagainya. Hal ini menjadikan mereka(kaum Nabi Nuh) menilai Nabi Nuh as bukan saja dalam kesesatan, tetapi dalam kesesatan yang sangat nyata.

Al-A’raf(7):63

أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَلِتَتَّقُوا وَلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya:“Dan apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu tuntunan dari Tuhan kamu atas seorang laki-laki dari golongan kamu, agar dia memberi peringatan kepada kamu dan dengan harapan kamu bertakwa dan supaya kamu mendapat rahmat”.

Ayat ini dapat juga dipahami apa yang yang kalian herankan itu sebenarnya tidak lain kecuali tuntunan dan peringatan dari Allah SWT, bahwa Ia disampaikan oleh seorang yang sama dengan kamu yaitu manusia. Dari segi kemanusiaan bukanlah alasan untuk menolaknya tetapi justru seharusnya mengundang kepercayaan dan membenarkannya.


  1. Al-Furqan(25):31


وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا


Artinya:“Dan seperti itulah telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi musuh-musuh dari para pendurhaka. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi hidayah dan Penolong”.

Ayat sebelumnya berbicara tentang pengaduan Rasul SAW, dan disambut oleh ayat ini dengan menyatakan bahwa: Umat para nabi yang lalu juga melakukan hal serupa terhadap tuntunan para nabi mereka dan sebagaimana halnya kaummu memusuhimu dan menolak ajaran yang engkau sampaikan, seperti itu jugalah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi sebelummu, musuh-musuh dari para pendurhaka yang mendarah daging kedurhakaannya, karena itu tabah dan sabarlah menghadapi mereka sebagaimana para nabi yang yang lalu telah bersabar, dan tidak usah bersedih karena akan banyak manusia yang Kami beri hidayah untuk mengikutii ajaran yang engkau sampaikan dan Kami pun akan menolongmu menghadapi musuh-musuhmu dan sangat cukuplah Tuhan pemelihara dan pembimbingmu menjadi pemberi hidayah siapa yang dikehendaki-Nya dan penolong bagi tegaknya agama yang engkau sampaikan.

Ayat yang mempunyai arti: Kami adakan bagi tiap-tiap nabi musuh-musuh, bukan berarti bahwa musuh-musuh itu diciptakan Allah tanpa keterlibatan masing-masing musuh. Dengan demikian, keterlibatan mereka dalam kedurhakaan dan kekeras-kepalaan mereka menolak ajaran yang disampaikan oleh para nabi mengantar mereka mencapai Sunnatullah yang berlaku umum, yaitu setiap perbuatan (baik atau buruk) jika dilakukan berulang-ulang, maka pada akhirnya akan mengantar pelakunya berperangai baik atau buruk (sesuai dengan kebiasaan masing-masing dan itu kemudian mendarah-daging dalam diri mereka), sehingga yang durhaka pada akhirnya oleh Allah dijadikan musuh-musuh para nabi melalui ketetapan Sunnatullah yang berlaku umum itu. Seandainya mereka membuka hati dan pikiran, serta berupaya memahami tuntunan agama, dan menghiasi diri dengan akhlak luhur, niscaya (melalui sunnatullah itu juga) yang ini pun dijadikan Allah orang-orang berbakti dan pembela-pembela agama.

  1. Fushshilat(41):26


وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْءَانِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ

Artinya: Dan orang-orang kafir berkata: “Janganlah kamu menndengar kepada Al-Qur’an ini, dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, semoga kamu dapat menang”.


Ayat diatas merupakan awal kelompok ayat-ayat yang kembali berbicara tentang sikap kaum musyrikin terhadap al-Qur’an yang sebelumnya juga telah dibicarakan. Namun disini uraiannya ditekankan pada siksa yang akan mereka alami di hari kemudian sambil membandingkan dengan ganjaran yang akan diterima oleh kaum beriman. Seperti contohnya makna kata yang telah diuraikan antara lain pada QS. al-Mu’minun(23):3


وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ


Artinya:

“Dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna”


Ayat di atas menunjukkan pengakuan kaum musyrikin Mekah terhadap keistimewaan dan pengaruh al-Qur’an terhadap jiwa manusia. Di sisi lain kendati mereka saling melarang pengikut-pengikut mereka mendengar al-Qur’an, namun sekian banyak tokoh kaum musyrikin yang dengan sembunyi-sembunyi mendengarkannya, Karena kagum dan terpesona oleh keindahan bahasanya.


  1. Ali Imran(3):20


فَإِنْ حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ وَقُلْ لِلَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالْأُمِّيِّينَ ءَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ

Artinya:

“Maka jika mereka mendebatmu, maka katakanlah: Aku menyerahkan wajahku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: Apakah kamu telah menyerahkan diri kamu?. Jika mereka telah menyerahkan diri, maka sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah penyampaian (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat hamba-hambanya”.


Jelas sudah ajaran Ilahi, keterangan telah dihidangkan, demikian pula bukti-bukti, dan diketahui juga alasan penolakan yang tidak logis dan tidak pula ilmiah itu. Jika demikian, mengapa harus melanjutkan diskusi? Biarkan saja mereka hai Muhammad, maka yakni karena jika mereka mendebatmu tentang ke-Esaan Allah dan ajaran yang engkau bawa, maka katakanlah: “Aku menyerahkan wajahku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku”.

Menyerahkan wajahku kepada Allah, yakni menyerahkan seluruh totalitas jiwa dan ragaku kepada-Nya. Wajah adalah bagian yang paling menonjol dari sisi luar manusia. Ia paling jelas menggambarkan identitas manusia. Jika satu sosok tertutup wajahnya, maka tidak mudah mengenal siapa dia. Sebaliknya, jika seluruh sisi luarnya tertutup kecuali wajahnya, maka ia dapat dibedakan dari sosok yang lain, bahkan tanpa kesulitan ia dapat dikenal. Demikian wajah menjadi pertanda identitas. Wajah juga dapat menggambarkan sisi dalam manusia. Yang senang atau bergembira, wajahnya terlihat ceria dan selalu tersenyum, sedangkan yang gundah atau kesal, wajahnya tampak muram dan mukanya masam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar